Dari Balik Bui ...
Pintu besi itu pun
terbuka setelah aku mengetuk dan memberikan secarik birokrasi sebelumnya. Aku masuk ke dalam sebuah gedung besar dengan halaman yang sangat luas.
Warna hijau hampir mendominasi gedung itu, baik cat tembok, jeruji, maupun
hamparan tanah lapang dengan satu pohon besar di tengahnya. Jika kalian sudah pernah
mendatangi mall-mall dan pusat perbelanjaan yang megah, perumahan yang layaknya
komplek bangsawan, atau tempat hiburan yang melenakan hati…Kalian mungkin tak
pernah berpikir untuk pergi ke tempat ini… ya ke lembaga pemasyarakatan…yang
mungkin lebih kalian kenal istilah penjara…
Aku dan
teman-teman berada disini bukan karena keinginan kami, walaupun di dalam hati
begitu penasaran dengan tempat ini dan ingin menggali lebih dari apa yang di
terima di ruang kuliah, namun bayangan tentang penghuninya yang pernah
melakukan bermacam-macam kejahatan sempat menciutkan nyali… dan akhirnya aku
bertemu dengan mereka dengan ribuan perasaan yang tidak dapat dijelaskan satu
per satu, yang dapat dilihat dari ekspresiku yang kaku dan salah tingkah… mereka
sepertinya sudah biasa menerima pandangan yang kami arahkan pada mereka… berusaha
untuk memaklumi -walau kadang ingin berontak- orang “merdeka” yang “tega”
menstigma[1] mereka tanpa tahu apa yang telah mereka alami, atau merasa lebih baik dan
terhormat daripada mereka hanya karena berada di tempat yang berbeda…itu adalah
aku dan mungkin engkau para pembaca yang terhormat…
Aku masuk ke dalam
sebuah ruangan dimana sebagian besar mereka memakai seragam biru bertuliskan
warga binaan pemasyarakatan, dengan nomor di dada kanan yang berbeda pada
setiap orang. Beberapa orang tak jelas lagi warna baju atau nomor nya, entah
karena sering dicuci atau sudah lama berada di tempat ini…aku berusaha menenangkan
jantungku yang terus berdetak kencang dan berekspresi sewajar mungkin… aku
buang jauh-jauh su’udzon itu walaupun
sulit untuk dilakukan. “Tugas ini harus aku selesaikan dengan baik supaya tidak
lagi kembali ke tempat ini” kataku dalam hati. Seorang wanita paruh baya menatapku
lekat-lekat, mendekat dan berkata dengan mata berkaca-kaca, “Kau mirip
putriku…” aku tersentak dan berusaha tersenyum…kaku…“Benarkah? Mari ceritakan
tentang putrimu…” air mata itu perlahan
mengalir “Ia ada di mimpiku…” sambungnya lalu pergi meninggalkan aku yang bingung,
tak mengerti…
Aku masih sibuk
mengamati kondisi untuk bahan presentasi tugasku, sambil mendengarkan dengan
seksama penjelasan petugas yang menemani kami, karena tak mungkin kami sibuk
mencatat dengan kondisi seperti ini. Seorang gadis tiba-tiba mendekatiku dan
bertanya “Apakah Tuhan begitu baik di matamu?” aku yang sedang mengamati
situasi sekeliling lalu menoleh ke sumber suara, bingung dengan maksud
pertanyaan itu, spontan kujawab “Tentu saja” gadis itu tersenyum sinis dan
berkata “Itu akan berubah jika kau berada disini” lalu pergi. Aku semakin tidak
focus mengerjakan tugasku. Wanita dan gadis tadi menyita pikiranku. Aku
melewati sebuah sel dan mendengar lantunan merdu sholawat yang terdengar
pelan…menentramkan walau menambah kebingungan di pikiranku…
Setelah mengelilingi
kompleks bangunan yang cukup besar dengan penghuni yang padat ini kami menuju
ke ruang administrasi. Aku bertanya kepada seorang petugas tentang wanita dan
gadis itu. “wanita yang mendekatimu itu terlibat kasus penjualan narkoba, anak
tunggalnya meninggal over dosis karena memakan narkoba yang dikiranya obat
sakit kepala…sedangkan gadis itu mungkin sebaya denganmu yang kutahu dulu dia
berjilbab…dia membunuh orang yang katanya mencoba memperkosanya…” jawab petugas
itu dengan santainya. Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering, walaupun segelas air
mineral sudah pindah ke kerongkongan…
Sampai aku di ruangan
2x3 meter yang sederhana ini, merebahkan diri setelah perjalanan singkat yang menguras
energi…begitu mudah orang dapat melakukan perbuatan jahat, karena ekonomi,
membela diri, atau sekedar cari sensasi dengan korupsi…terkurung di balik
jeruji besi, belum lagi celaan di masyarakat, atau kesulitan lain yang dapat
terjadi…tak pernah terbayang jika aku berada di balik jeruji itu…kuatkah aku
untuk meyakini bahwa Allah begitu sayang padaku? Seberapa tangguh aku untuk berusaha
jujur akan keimananku, menekan amarah dan nafsu yang mungkin membawaku untuk
melakukan perbuatan yang melanggar ajaran Islam dan menganggap semua cobaan itu
adalah hadiah terindah dariNya…bahkan untuk musibah atau cobaan-cobaan kecil teramat
berat di pundakku dan tak jarang aku menyalahkan Dia…lamunan membawaku teringat
kesalahan-kesalahan itu…seketika air mata mengalir mengingat ternyata kesalahan
itu tak sedikit… “Pantaskah aku menerima cintaMu…Rabb..”
Azan Ashar semakin
membuatku mengharu biru…segera kuambil wudhu, bersiap untuk mensucikan diri dan
hati, dengan harapan sholat ini adalah nasuhaku.
Mengawali hati untuk ibadah yang khusyuk, amalan yang ikhlas, dan ilmu yang
bermanfaat. Terlintas wajah mereka, wanita paruh baya dan gadis itu…do’a tulus
mengalir untuk mereka… “Semoga kesabaran mengalun dalam setiap gerakmu…Terima
kasih pahlawanku, kalian menuntunku menemukan arti hidup ini”
Comments
Post a Comment